Seorang pasien yang tidak disebutkan namanya pada 16 Februari lalu duduk di klinik penyembuhan terhadap kecanduan narkoba di Ciudad Juarez, Meksiko. Klinik itu didirikan seorang pendeta di kota yang menjadi salah satu ajang perang para pedagang narkoba. Ciudad Juarez kembali menyita perhatian. Kota di Meksiko utara berbatasan dengan El Paso, Amerika Serikat, itu dikenal bukan karena keindahan dan keramahtamahan warganya, melainkan kekerasan dan pembunuhan keji sehingga dijuluki kota maut. Seorang pedagang buah di Juarez yang dimuat Harper's Magazine, beberapa waktu lalu, mengatakan, "Bahkan, iblis pun takut tinggal di sini." Seperti apa seramnya? Pada 19 Februari diberitakan sekitar 200.000 warga Juarez mengungsi akibat kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan serta kejahatan lain dalam 18 bulan terakhir. Perang antarkartel narkoba menjadikan kota itu paling berbahaya di dunia. Juga banyak klinik rehabilitasi narkoba di Juarez dikuasai kartel narkoba. Klinik bukan lagi tempat aman bagi pencandu yang ingin bertobat, tetapi turut menjadi ladang pembunuhan. Para pencandu yang mulai sembuh dipaksa menjadi kaki tangan atau dibunuh jika menolak. Dalam enam bulan terakhir ini, 41 orang dibunuh karena masalah itu. Pada 31 Januari 2010, sekitar 23 orang tewas dalam dua kekerasan akibat narkoba. Salah satunya akibat sekelompok bersenjata menyerang sebuah rumah pesta ulang tahun remaja SMA di Juarez hingga menyebabkan 13 pelajar tewas. Kasus lain menimpa mahasiswa berusia 19-25 tahun di Torregon. Juarez, kota yang dihuni sekitar 2 juta orang, memiliki setidaknya 100.000 warga pencandu, tidak termasuk kaki tangan, pengedar, dan jaringan besar kartel narkoba. Geng terkenal dan disegani antara lain Los Rebeldes, El Diablo, dan El Grande. Tidak dimungkiri perang antargeng berujung pada pembunuhan keji. Sebagian kriminolog AS dan Meksiko melihat kekerasan disertai pembunuhan tidak selamanya akibat perang antarkartel narkoba, tetapi krisis psikologis pada pria produktif. Asumsi itu muncul setelah mengetahui bahwa korban penculikan, pemerkosaan, dan pembunuhan pada umumnya wanita muda berusia 17-22 tahun. Wanita yang menjadi korban terbanyak dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan adalah wanita pekerja di maquiladora, disusul siswi SMA atau mahasiswi. Maquiladora atau maquila adalah pabrik yang memproses gandum. Investor asing, terutama dari AS, lebih suka menampung wanita muda daripada pria. Mereka mudah diatur, bekerja lebih teliti dan apik, upahnya lebih murah, meski pendidikan rendah, produktivitas tinggi. Superioritas pria Sekitar 70 persen buruh maquiladora didominasi wanita. Ada persaingan profesi dan ekonomi antara pria dan wanita. Padahal, dominasi pria dalam budaya setempat tidak bisa ditawar-tawar, bersifat "mutlak". Kelompok pria ini berada di dalam machismo (Spanyol), yakni pria yang selalu ingin unggul dari perempuan. Manifestasinya adalah mulai dari hal sepele, seperti mengeluarkan kata-kata menghina, sampai pada pemerkosaan dan pembunuhan. Machismo adalah satu masalah di Juarez. Di sepanjang 2.000 mil perbatasan antara Meksiko dan AS, termasuk kota Juarez, ada ribuan maquiladora. Pada tahun 2002 akibat krisis, sekitar 529 pabrik ditutup atau turun sekitar 8,2 persen. Namun, masih ada 3.000 pabrik yang beroperasi. Sebagian kriminolog mengatakan, pembunuhan merupakan akibat dari kombinasi banyak persoalan yang bertalian, termasuk persoalan budaya, ekonomi, dan lunturnya nilai-nilai ditambah pengaruh narkoba dan alkohol. Ada berbagai referensi, antara lain lewat tulisan Michael Newton bertajuk "Ciudad Juarez: The Serial Killer's Playground" dan buku Killers on the Loose: Unsolved Cases of Serial Murder karya Antonio Mendoza. Mereka mengatakan, kasus penculikan, pembunuhan, dan pemerkosaan di Juarez merebak sejak 1993. Wanita muda pertama yang mati setelah diperkosa adalah Alma Chavira Farel. Dia ditemukan tidak bernyawa pada 23 Januari 1993 di Distrik Campestre Virreyes, Juarez. Media massa lokal menyebut kasus itu sebagai "Juarez Ripper" atau "El Depredador Psicopata". Sejak Agustus 1993, pejabat di Meksiko bingung sebab mayat wanita muda yang diperkosa dan dibunuh secara brutal banyak ditemukan di pinggiran kota industri Juarez. Oscar Maynes, psikolog, mengidentifikasi korban pembunuhan paling banyak adalah wanita yang didahului pemerkosaan. Kelompok-kelompok pembela hak perempuan setempat menjelaskan, mereka dibunuh germo, pengedar narkoba, suami, dan pacarnya. Sepertiga dari kematian mereka tidak dapat dijelaskan dan polisi pun tak memiliki tersangka atau pelakunya. Sejak saat itu hingga kini, gelombang kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap wanita muda, rata-rata berusia 17-22 tahun, terus meningkat. Ketika meletus perang antargeng narkoba pada medio 2008, hingga kini sudah 4.500 orang terbunuh sehingga mendorong eksodus warga secara besar-besaran.
No comments:
Post a Comment