Empat tahun sudah lumpur menyembur dari perut bumi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Dua belas juta meter kubik lumpur menggenangi Porong. Sekitar 10 ribu rumah sudah terendam dan 30 ribu jiwa lebih tergusur dari tempat tinggalnya.Desa Siring pun mati. Sejarah kampung di sisi barat Jalan Raya Porong ini perlahan tutup buku. Tak dijumpai lagi ritme kehidupan sebuah desa yang ramai. Tanah yang amblas, dinding rumah yang retak, serta gas metana yang meruap, memaksa ratusan warga hengkang mencari tempat yang lebih aman.Tekanan bahaya juga mesti dirasakan warga Desa Ketapang. Sekolah dasar di desa itu juga tak luput dari bahaya. Pergeseran dan tanah yang amblas membuat lantai dan tembok sekolah retak. Sebagian murid kini terpaksa belajar berhimpit-himpitan di ruang kelas yang terbatas.Seperti jamur di musim hujan, titik demi titik gelembung gas metana muncul di tanah Porong. Gas ini cukup berbahaya karena sifatnya yang mudah terbakar. Situasi ini membuat Porong berada di titik rawan bahaya. Terlebih lagi, sudah lebih dari 181 titik gelembung gas ditemukan. Tujuh puluh di antaranya masih aktif. Penyebarannya pun kian meluas hingga radius tiga kilometer dari pusat semburan. Sudah tujuh desa di Sidoarjo terserang gas metana.Para peneliti pun tak ketinggalan mengamati fenomena tersebut. Sejak bencana lumpur Lapindo menyeruak, pengkajian di sekitar areal semburan tak pernah berhenti. Para peneliti meyakini, munculnya gelembung gas di permukaan sebagai tanda adanya retakan tanah di bawah. Rongga kosong di bawah permukaan tanah itu disebabkan banyaknya material lumpur yang keluar.Hasil pengamatan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo menunjukkan, permukaan tanah di ruas Jalan Raya Porong juga mulai amblas hingga sedalam lebih dari satu meter. Ketika hujan datang, jalan ini seperti mangkuk penampung air.Empat tahun berselang, jalur penghubung Surabaya dan Malang itu kian terancam bahaya. Di beberapa titik, muncul semburan gas. Lumpur di kubangan raksasa yang perlahan bergerak ke arah jalan juga menjadi ancaman. Tanggul yang menahan agar luapan lumpur tak membanjiri jalan terus berada dalam tekanan. Risiko terburuk, bila tanggul itu jebol jalur Porong akan terbenam lumpur.Fenomena tersebut seolah bom waktu, siap meledak dan menghancurkan yang masih tersisa. Setelah empat tahun, sudah ribuan orang kehilangan masa depan. Lingkungan rusak, sistem ekonomi terganggu. Haruskah timbul lebih banyak korban lagi
No comments:
Post a Comment